音声のみ▼
文字起こし
Tanjung Menangis Halmahera
Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu provinsi yang terletak di kawasan Indonesia bagian timur.
Provinsi Maluku Utara terdiri dari beberapa pulau yang salah satunya adalah pulau Halmahera.
Di pulau Halmahera terdapat sebuah tempat yang bernama Tanjung Menangis.
Tanjung adalah daratan yang menjorok ke laut.
Tanjung Menangis memiliki asal-usul yang dipercaya oleh masyarakat Halmahera secara turun-temurun.
Pada sebuah masa, seorang raja besar di Halmahera menutup usia.
Sang Raja meninggalkan istrinya yang bernama Baginda Ratu, putra pertama yang bernama Baginda Arif, putra kedua Baginda Binaut, dan seorang putri bernama Baginda Nuri.
“Bagaimanapun caranya aku harus menjadi raja, menggantikan ayahanda.”
Baginda Binaut sangat berambisi untuk memperoleh kekuasaan sehingga melupakan hubungan persaudaraan dengan keluarganya.
“Patih, setelah ayahanda wafat, maka kakakku Baginda Arif yang berhak menduduki tahta.
Tetapi aku sangat menginginkan menjadi raja. Apakah kamu mau membantuku, Patih?”
“Maafkan hamba, Baginda Binaut. Sudah seharusnya Baginda Arif yang menjadi raja.
Karena beliau anak tertua.”
Baginda Binaut berpikir keras mencari cara membujuk Patih agar bersedia membantunya menjadi raja.
“Jika kamu bersedia membantuku, intan berlian ini, dan satu lagi jabatanmu sebagai patih, aman.
Selama aku yang menjadi raja.”
“Hamba akan mendukung Baginda Binaut sebagai raja.
Semua perintah baginda akan hamba laksanakan.”
Setelah menerima intan berlian dari Baginda Binaut, Patih segera memerintahkan para pengawal kerajaan menangkap Baginda Ratu, Baginda Arif, dan Baginda Nuri.
Akhirnya Patih memasukkan Baginda Ratu, Baginda Arif, dan Baginda Nuri ke dalam penjara.
“Kakanda Baginda Binaut keterlaluan! Hanya karena kekuasaan, dia berubah menjadi tamak, kejam, dan tidak tahu diri!”
“Kita harus sabar menghadapi cobaan ini.
Yang benar akan mendapatkan keadilan, dan yang salah pasti kelak akan mendapatkan hukuman.”
Setelah menjebloskan ibu dan saudaranya ke dalam penjara, Baginda Binaut pun akhirnya berhasil menjadi raja.
Setelah menjadi raja, Baginda Binaut memerintah dengan kejam dan angkuh.
Baginda Binaut juga memerintahkan rakyatnya untuk membangun istana yang megah.
Para prajurit diperintahkan mengawasi dengan ketat rakyat yang bekerja.
Untuk membiayai kehidupannya yang mewah, Baginda Binaut tak segan untuk menarik pajak dalam jumlah besar dari rakyat.
Hasil panen pun diangkut ke istana dan hanya menyisakan sedikit untuk rakyat.
Tidak hanya hasil bumi, rakyat juga diwajibkan menyerahkan sebagian ternaknya sebagai pajak.
Baginda Binaut masih merasa kurang dari pajak hasil bumi dan ternak.
Dia kemudian memerintahkan menarik pajak dari kepemilikan tanah.
“Raja Binaut benar-benar penindas rakyat.
Dia tidak mau tahu dengan kesulitan rakyat.
Harta kita diangkut ke istana demi membiayai kehidupannya yang mewah.”
“Tapi, apa yang bisa kita lakukan?
Kalau kita melawan perintah raja, pasti masuk penjara.”
Tidak semua orang di istana setuju dengan tindakan Baginda Binaut, salah satunya adalah Bijak, seorang punggawa istana.
“Keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus.
Rakyat telah menjadi korban ketamakan raja. Aku harus bebuat sesuatu.”
Akhirnya Bijak memutuskan keluar dari istana untuk melakukan pemberontakan.
Bijak dan prajurit pendukungnya menyerang penjara tempat keluarga kerajaan ditahan.
Meskipun dijaga dengan sangat ketat oleh banyak prajurit, Bijak dan pasukannya berhasil membebaskan keluarga kerajaan.
Setelah berhasil membebaskan keluarga istana dari penjara, Bijak kemudian membawa keluarga istana ke sebuah tempat yang aman di hutan.
“Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, Bijak.
Syukurlah masih ada orang di istana yang masih peduli dengan keadaan kerajaan kita.”
“Yang Mulia Baginda Ratu, sekarang kita memiliki pasukan yang cukup kuat untuk menyerang istana.
Mohon izinkanlah hamba memimpin pasukan menyerbu istana sekarnag juga.”
“Oh, jangan lakukan itu, Bijak…
Jangan sampai hanya karena berebut kekuasaan, kita saling membunuh dengan saudara.
Semua ketamakan, iri, dan dengki akan kalah dengan doa yang kita panjatkan kepada Tuhan.”
“Baginda Binaut sudah keterlaluan!
Kesalahan terbesarku adalah mendukung dan membantunya menjadi raja dengan cara tidak benar.
Semua ini harus segera dihentikan.”
“Semua perintah raja tidak boleh dilawan. Siapapun yang berani melawan raja, maka akan dijebloskan ke dalam penjara.”
Pada suatu pagi, sebuah gunung mengeluarkan asap putih yang tebal.
Terlihat burung-burung beterbangan karena ketakutan.
Pagi yang cerah dan tenang tersebut, tiba-tiba dikagetkan oleh suara menggelegar dari gunung tersebut.
Lahar panas berwarna merah menyala keluar dari puncak gunung dan menuju ke arah istana.
Istana megah yang baru dibangun dari hasil menindas rakyat tersebut hancur seketika diterjang lahar panas.
Lahar tersebut ternyata tidak hanya menghancurkan istana. Lahar tersebut seperti mengejar seseorang.
“Tolong! Tolong!” Baginda Binaut lari sekencang-kencangnya.
Tetapi lahar tersebut sepertinya semakin mendekat. Apa yang akan terjadi?
Baginda Binaut masih berusaha menyelamatkan diri.
Dia lari sekencang-kencangnya menuju laut.
Tidak ada jalan lagi bagi Baginda Binaut.
Di depannya terdapat tebing yang curam, sedangkan di belakangnya lahar nan panas siap membakarnya.
“Aduh… Tolong… Panas… Panas…”
Di tanjung tempat Baginda Binaut meninggal sering terdengar suara menangis.
Oleh karena itu, tempat tersebut akhirnya dikenal dengan nama Tanjung Menangis.
日本語訳付▼