文字起こし
Asal Mula Kota Surabaya
Dahulu kala di sebelah utara Jawa Timur, hiduplah seekor buaya raksasa yang ganas dan menyeramkan.
Dia adalah penguasa sungai dan menjadi pemangsa yang sangat ditakuti oleh semua binatang di hutan sepanjang tepian sungai.
Nama buaya itu adalah Baya.
Dia sangat pandai berburu, sehingga membuat takut semua binatang di hutan.
Sungai yang didiami Baya itu bermuara pada laut yang luas.
Di laut itu tinggallah seekor hiu ganas bernama Sura.
Dia lah penguasa laut yang ditakuti semua ikan.
Akan tetapi Sura merasa bosan hanya makan ikan setiap hari.
Dia penasaran dengan sungai yang bermuara di lautnya.
Suatu hari dia jalan-jalan ke sungai itu.
Di tepi sungai ada seekor anak kijang yang sedang minum air sungai.
Sura merasa lapar.
Diam-diam dia berenang ke tepian dan melompat keluar menubruk anak kijang itu.
Sura gembira mendapat santapan yang lezat.
Setelah makan anak kijang, Sura menjadi ketagihan.
Keesokan harinya ia berburu kembali di sungai itu dan mendapat banyak santapan.
Semakin hari Baya menjadi curiga, karena semakin hari dia semakin kesulitan mencari mangsa.
Dia pun menyelidiki sebabnya.
Saat melihat Sura menangkap seekor anak monyet berenang di sungai, Baya marah.
Baya menjadi marah.
“Hai, Sura! Apa yang kau lakukan di sini?! Ini daerah kekuasaanku! Beraninya kamu merebut jatah makanku!”
Sura tidak takut kepada Baya, dia pun malah menantang Baya.
“Hei, terserah aku mau mencari makan di mana! Ini kan bukan daerah kekuasaanmu! Jadi semua binatang bebas mencari makanan di sini!”
Akhirnya, perkelahian pun tak dapat dicegah.
Keduanya saling bertarung.
Karena sama-sama kuat, pertarungan itu pun sangat lama.
Berhari-hari lamanya, semua binatang di hutan terganggu dengan perkelahian itu.
Mereka tidak bisa tidur dan tak tenang.
Akhirnya, kedua binatang buas itu pun kelelahan.
Tak ada yang menang dan tak ada yang kalah.
Sebab keduanya sama-sama kuat.
“Sura, sebaiknya kita sudahi saja perkelahian ini. Aku sudah lelah.”
“Aku juga, Baya! Baiklah, kita sudahi saja pertempuran ini.”
“Sura, mulai sekarang kita batasi saja daerah perburuan kita. Muara itu adalah batasnya. Jangan sampai kamu melanggar batas!
Karena kamu akan rasakan sendiri akibatnya.”
“Baiklah, Baya! Aku terima perjanjian ini.”
Sura pun akhirnya pergi dari sungai itu dan kembali ke laut.
Berbulan-bulan lamanya hutan menjadi tenang kembali.
Tak ada perkelahian antara Sura dan Baya.
Namun Sura merasa gelisah, dia rindu makan daging kijang seperti dulu.
Ikan-ikan yang melimpah di laut, tak bisa menyembuhkan rasa laparnya, dia tak mampu menahannya.
Diam-diam dia berenang di muara.
“Aha! Kalau aku mencari mangsa di muara, pasti Baya tidak akan tahu! Dia kan tinggal di dalam sana…”
Namun sayangnya, tak ada mangsa yang mendekat ke muara.
Sura bosan menunggu.
Akhirnya dia berenang masuk ke dalam hutan.
Sura senang kembali ke hutan lagi.
Kali ini dia harus berhati-hati, supaya tidak kepergok oleh Baya.
“Hihihihi… aku akan menangkap mangsa dan segera kubawa ke laut agar Baya tidak sempat melihatku. Hehehe.”
Rencana itu berhasil.
Berbulan-bulan lamanya Sura berburu di sungai tanpa ketahuan.
Lama-lama Baya menjadi curiga, sebab lagi-lagi mangsanya berkurang.
Meski dia tidak melihat Sura di sungai ini, tapi dia yakin ini adalah ulah Sura.
“Hmm… pasti ini ulah si Sura! Awas kau, Sura!”
Kemudian Baya menyiapkan rencana.
Baya sengaja menangkap seekor kijang.
Dia melukai kaki kijang itu agar tak bisa lari.
Kijang itu diletakkan di pinggir sungai, lalu Baya bersembunyi.
Sura yang berenang di sungai melihat kijang yang terluka itu.
Hatinya gembira, sebab kijang itu gemuk.
“Wah… Beruntungnya aku hari ini. Aku mendapat makanan gemuk! Nananana!”
Ketika dia hendak membawa kijang itu ke laut, tapi tiba-tiba Baya datang menghadangnya.
“Hei! Kamu ini memang bandel dan tak tahu malu, Sura! Serakah sekali kamu! Bayangkan, ikan-ikan di lautmu melimpah, tapi
kamu malah berburu di tempatku!”
“Hei, Baya! Kalau kau mau kau bisa saja berburu ikan di laut! Aku tidak melarangmu.”
“Huh! Mana doyan aku dengan ikan! Apalagi aku tak tahan dengan air laut!”
“Ya sudah kalau kau tidak mau! Yang penting aku sudah menawarkan kepadamu!”
Sura dengan enteng menjawab lalu bersiap menyeret kijang itu ke laut.
Baya semakin marah, lalu menyerang Sura.
“Heh! Mau kamu bawa ke mana kijang itu?”
“Ya ke laut lah! Akan aku makan di sana!”
“Bawa ke sini kijangnya! Tadi aku yang menangkapnya untuk menjebakmu!”
“Heh! Enak saja! Salah sendiri kau tidak makan kijangnya!”
“Kamu lupa dengan perjanjian kita? Sungai ini adalah daerah kekuasaanku!”
“Heh! Di mana ada air, di situ ada aku! Perjanjian kita itu konyol sekali!”
“Ya sudah, kalau begitu perjanjian kita batal! Sekarang, siapa yang kuat, berhak atas daerah ini!”
Akhirnya Baya menyerang Sura, perkelahian tak bisa dicegah.
Kali ini lebih seru.
Tak ada yang berani mendekat daerah perkelahian itu.
“Huh! Hiatt!! Grr!! Uh!! Huh!”
Sura selalu berkelit, Baya menjadi jengkel.
Saat Sura lengah, Baya berhasil menggigit ekornya.
“Grrr!!”
“Aduh!! Ekorku…”
Sura tak mau kalah.
Keduanya sama-sama kesakitan dan terluka parah.
Namun, Baya tak putus asa melawan.
Dia terus menggigit sampai ekor Sura putus.
Sura sangat kesakitan.
Dia pun lari meninggalkan Baya menuju laut.
Sejak saat itu, Sura tak berani mendekati sungai.
Apalagi dia sudah tak punya ekor.
Dia tak bisa berenang sesigap dulu.
“Ah… sakit sekali… aduh…”
Untuk mengenang perkelahian yang dahsyat itu, maka daerah tempat kedua hewan itu berkelahi disebut Surabaya.
覚えたい重要単語
- Buaya: ワニ
- Raksasa: 巨人
- Ganas: 凶暴な
- Menyeramkan: 気味が悪い (原型:seram)
- Penguasa: 主権者
- Pemangsa: 捕食者
- Berburu: 狩り
- Bermuara: (海に)注ぐ
- Hiu: サメ
- Penasaran: 気になる
- Kijang: 鹿
- Ketagihan: はまってる (原型:tagih)
- Curiga: 怪しく
- Perkelahian: 戦い (原型:kelahi)
- Pertarungan: 戦い (原型:tarung、二人にする戦い)
- Terganggu: 乱れる
- Muara: 河口
- Gelisah: そわそわする、悶々とする
- Melukai: 傷をつける (原型:luka)
- Bandel: わがまま
- Tak tahu malu: 恥知らず
- Enteng: 軽い
- Menyeret: 引っ張る (原型:seret)
- Menjebakmu: あなたを引っかける (原型:jebak)
- Konyol: 可笑しいな
- Berkelit: かわす
- Sesigap: 迅速に
- Mengenang: 思い出を思い出す (原型:kenang)
日本語訳付き