EPISODE baru pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur sudah dimulai sejak kemarin.
Pelantikan dua orang profesional murni menjadi Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN menjadi awalan yang sangat bagus untuk membuat episode tersebut tak cuma enak ditonton dan diikuti, tapi juga layak didukung.
Menjauhkan pemimpin IKN dari orang politik ialah janji Presiden Joko Widodo.
Sejak jauh hari Jokowi sudah menyebut bahwa yang bakal menjadi pemimpin IKN ialah ‘bukan orang politik’.
Kini ia menepati janji itu dengan menunjuk Bambang Susantono sebagai Kepala Otorita IKN dan Dhony Rahajoe sebagai wakilnya.
Poin tentang profesionalisme ini penting karena beberapa alasan.
Pertama, pemilihan orang dari kalangan nonparpol setidaknya membuat pembangunan dan pengelolaan IKN akan berjarak dengan potensi atau kecenderungan korupsi politik.
Dalam level yang lebih tinggi, ia sekaligus akan menepis isu betapa masifnya hegemoni oligarki politik di balik rencana pembangunan ibu kota baru tersebut.
Kedua, alih-alih menimbulkan kegaduhan yang tak perlu, kapabilitas, profesionalitas, dan pengalaman mereka memang sangat dibutuhkan untuk mengeksekusi konsep besar IKN menjadi sebuah kerja yang strategis, terukur, penuh inovasi, transparan, serta berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan.
Ingat pula, ada anggaran besar di situ, bahkan sangat besar.
Menurut hitungan Bappenas, anggaran pembangunan IKN mencapai Rp466,9 triliun dengan 20% atau Rp90 triliun di antaranya berasal dari APBN.
Sebanyak itu pula uang yang mesti dipertanggungjawabkan.
Jelas, urusan proyek dengan melibatkan uang sedemikian besar tidak boleh diserahkan kepada orang yang tak punya kompetensi.
Isu lain yang mesti segera difokuskan duet pemimpin IKN terpilih ialah tentang pelibatan atau partisipasi publik dalam pembangunan ibu kota Nusantara.
Lebih khusus lagi pelibatan masyarakat lokal Kalimantan Timur agar pembangunan IKN tidak melupakan dan meminggirkan kearifan lokal.
Akan sangat naif bila bangsa ini sudah bersepakat memindahkan dan membangun ibu kota negara di wilayah Kalimantan, tapi model pembangunan, kearifan budaya, hingga orang-orang yang dilibatkan justru bukan berasal dari wilayah setempat.
Kita tahu, sebelum ini pun pemerintah dan DPR digempur kritik keras karena proses legislasi Rancangan Undang-Undang IKN dianggap sangat minim partisipasi publik.
Terlepas benar atau tidak anggapan itu, kini pemerintah mesti mau membuka telinga lebih lebar untuk mendengar suara rakyat sekaligus memberikan ruang seluas-luasnya untuk partisipasi publik.
Kini, dengan fakta kalangan profesional yang dipercaya memimpin IKN, pemerintah setidaknya sedang memberikan garansi kepada publik bahwa proyek besar bernama IKN Nusantara itu bukan sekadar perencanaan kosong.
Mereka ibarat jaminan bahwa pembangunan IKN bakal langsung tancap gas dengan melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi publik karena pemimpinnya tak punya utang politik apa pun.
Hal terbaik saat ini ialah memberikan mereka kesempatan untuk bekerja.
Beri waktu mereka untuk membuktikan kepercayaan pemerintah dan rakyat.
Boleh tancap gas, tapi tak perlu tergesa.
Pematangan perencanaan mesti segera dilakukan agar pembangunan IKN bisa tepat waktu, tepat anggaran, dan tepat sasaran.
Yang kemudian perlu dijaga dan perlu kawalan dari publik ialah soal independensi.
Kini mereka memang independen dan profesional, tetapi godaan, tekanan, intervensi, baik dari sisi bisnis maupun politik bakal terus merecoki mereka.
Jika pemerintah dan publik tidak tekun mengawal, jangan sampai profesionalitas mereka yang justru akan tergadai.
Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2595-profesionalisme-pemimpin-ikn